SBSI 1992 INFO.
Dalam rangka konsolidasi ke daerah-daerah DPP SBSI 1992 SUNARTI, mengatakan bahwa praktek intimidasi karena berserikat, peniadaan hak-hak buruh serta penerapan hubungan kerja outsourcing dan kontrak ini telah berlangsung dengan cara sindikasi yang tergorganisir dan sistemik, hal itu dapat terlihat dari seluruh daerah yang telah dikunjunginya bahwa persoalan yang dihadapi buruh selalu sama dan artinya seperti ada pembiaran dari pemerintah.
Oleh karenanya KETUM DPP SBSI 1992 menegaskan dan mendesak pemerintah agar berkomitmen melakukan pengawasan, penegakan hukum untuk penindakan terhadap berbagai pelanggaran hak buruh. Dan bagi anggota SBSI 1992 harus tetap waspada terhadap cara-cara yang dilakukan untuk mencoba mengabaikan hak-hak buruh.
Indonesia yang menjunjung tinggi HAM serta mengakui kebebasan dan persamaan hak warganya didepan hukum melalui Pemerintah seperti tidak mampu menghadapi tantangan masalah-masalah dalam negeri khususnya masalah ketenagakerjaan yang hingga kini tidak pernah mendapatkan perhatian serius, padahal jika terjadi masalah yang serius persoalan ketenagakerjaan ini bisa menimbulkan efek domino di dalam negeri sekaligus dapat menghambat diplomasi pemerintah di dunia internasional dan perlu juga diketahui saat ini perjanjian dalam bidang ekonomi selalu mensyaratkan pengakuan berserikat dan peningkatan kesejahteraan buruh yang berkeadilan dan manusiawi di negara masing-masing.
DicontohKAN KETUM SBSI 1992 tindakan semena-mena yang dilakukan oleh pengusaha dan tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah adalah kasus PT. CML di percut Sei Tuan bahkan sampai-sampai ketua PK SBSI 1992 diancam dengan cara memakai pihak ketiga (preman), 13 orang buruh PT. KRMS di PHK setelah berserikat, PT. SGI anggota SBSI 1992 yang berjumlah kurang lebih 100 orang di PHK seluruhnya setelah membentuk serikat dan perusahaan berdalih bahwa buruh di PHK karena masa kontraknya telah berakhit, PT. CBS di Sunggal juga demikian seluruh buruhnya di PHK setelah menyampaikan pemberitahuan kepada perusahaan tentang pembentukan SBSI 1992 dan menuntuk pelaksanaan hak-hak normative buruh di perusahaan banyak lagi contoh yang bisa diambil terhadap intimidasi hingga kekerasan kepada anggota SBSI 1992.
Yang lebih parahnya, KTA anggota SBSI 1992 buruh di PT. KWPC Serdang Bedagai, dipotong-potong dengan gunting oleh HRD yang bernama Syaiful Heri tang sebelumnya telah menyuruh buruh mengundurkan diri dari keanggotaan SBSI 1992 dan kasusnya sekarang masih dalam penangan POLRES Serdang Bedagai.
SBSI 1992 PT. JSI sedang bermusyawarah (foto by UL) |
pengusaha PT. Jui Shin Indonesia di KIM II Mabar, mengedarkan formulir kepada buruh yang isinya pernyataan mengundurkan diri dari keanggotaan SBSI 1992. KTA beberapa anggota SBSI 1992 sebagian ada disita/ditahan oleh kepala unit produksi dan jika tidak menandatangi formulir yang diedarkan maka perusahaan menyatakan bahwa bonus yang diterima buruh selama ini tidak akan diberikan atau ditahan. (ucok lebar)
RAKYAT POS
Thursday, December 14, 2006
Penganiayaan Buruh Ala Preman
Percut sei Tuan.
PENGANIAYAAN terhadap buruh di Sumatera Utara (Sumut) terus berlanjut. Di PT Cipta Meubelindo Lestari (CML) yang terjadi adalah penganiayaan pengurus serikat buruh, Junius Nakhe karena menuntut hak-hak normatif. Kasus itu membuat buruh melakukan aksi inap di DPRD Sumut Jl Imam Bonjol, Medan hingga Sabtu (25/3).
Empat tenda berkapasitas 20 orang dipasang di halaman gedung DPRD Sumut. Sejumlah buruh menamakan dirinya Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Komisariat PT CML berkumpul di sana. Sejak Jumat (17/3) hingga Sabtu (25/3) mereka masih melakukan aksi menginap mendesak agar pihak kepolisian mengusut kasus penganiayaan dan pihak perusahaan memenuhi hak-hak normatif buruh.
“Kami akan terus melakukan aksi inap dan unjuk rasa sampai tuntutan kami dikabulkan. Pihak perusahaan harus memenuhi tuntutan kami yang berupa hak normatif, baru kami berhenti melakukan aksi inap. Mungkin dengan cara seperti ini, baru perusahaan menyetujui tuntutan kami,” kata Yosafati Waruwu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SBSI 1992 Medan di Medan, Jumat (24/3).
Hak normatif para buruh PT CML bukannya dikabulkan. “Justru pihak perusahaan melakukan penganiayaan terhadap rekan kami Junius Nakhe, 29, selaku Wakil Ketua SBSI 1992 Komisariat PT CML pada awal 2006, agar menghentikan aksi-aksi unjuk rasa yang menuntut hak-hak normatif,” kata Waruwu.
Empat tenda berkapasitas 20 orang dipasang di halaman gedung DPRD Sumut. Sejumlah buruh menamakan dirinya Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Komisariat PT CML berkumpul di sana. Sejak Jumat (17/3) hingga Sabtu (25/3) mereka masih melakukan aksi menginap mendesak agar pihak kepolisian mengusut kasus penganiayaan dan pihak perusahaan memenuhi hak-hak normatif buruh.
“Kami akan terus melakukan aksi inap dan unjuk rasa sampai tuntutan kami dikabulkan. Pihak perusahaan harus memenuhi tuntutan kami yang berupa hak normatif, baru kami berhenti melakukan aksi inap. Mungkin dengan cara seperti ini, baru perusahaan menyetujui tuntutan kami,” kata Yosafati Waruwu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SBSI 1992 Medan di Medan, Jumat (24/3).
Hak normatif para buruh PT CML bukannya dikabulkan. “Justru pihak perusahaan melakukan penganiayaan terhadap rekan kami Junius Nakhe, 29, selaku Wakil Ketua SBSI 1992 Komisariat PT CML pada awal 2006, agar menghentikan aksi-aksi unjuk rasa yang menuntut hak-hak normatif,” kata Waruwu.
Koordnator Wilayah (Korwil) SBSI 1992 Sumut Pahala Napitupulu mengatakan pihak perusahaan membuat skenario untuk melakukan tindak kekerasan terhadap buruh. “Pihak perusahaan menempatkan empat orang yang diduga preman sebagai karyawan di PT CML. Tiga hari sebelum penganiayaan Junius Nakhe, empat preman tersebut sudah mulai masuk perusahaan. Penganiayaan terhadap Junius Nakhe, diduga dilakukan empat preman suruhan pihak perusahaan. Kami minta polisi segera menangkap otak pelaku penganiayaan terhadap buruh,” kata Pahala.
Aksi inap SBSI 1992 dilakukan sejak tanggal 17 Maret 2006 lalu. Aksi itu terus berlanjut jika hak-hak normatif belum dikabulkan. Hak-hak normatif yang tidak didapatkan buruh itu selama ini adalah cuti tahunan, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), dan upah yang layak. Di antara buruh itu ada yang memperoleh upah per minggu bahkan perhari. Upah yang diterima pun bervariasi mulai dari Rp14.000 hingga Rp20.000 perharinya. Tidak jelas alasan perusahaan menetapkan upah yang bervariasi, padahal jam kerja dan jenis kerjanya sama.
Berawal dari banyaknya hak-hak normatif yang tidak diperoleh buruh, maka buruh PT CML yang berjumlah 800 orang membentuk serikat pekerja sebagai wadah mereka untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan perusahaan.
Pembentukan serikat buruh itu mendapat kecaman dari pihak perusahaan. Bahkan situasi semakin memperburuk keadaan buruh setelah terbentuk serikat buruh tersebut. Prilaku perusahaan terhadap buruh berujung dengan tindakan premanisme. Pihak perusahaan melakukan penganiayaan terhadap pengurus Serikat Pekerja, Junius Nake. “Sejak pebentukan serikat pekerja pada bulan November 2005, sejak itulah banyak intimidasi dari pihak perusahaan yang merasa tidak senang,” kata Pahala.
Tindakan premanisme yang dilakukan perusahaan berawal ketika buruh PT CML mulai melakukan aksi mereka pada Desember 2005 ke Dinas Tenaga Kerja Deli Serdang, Sumut. Bukannya mendapatkan hak mereka, malah 72 buruh termasuk pengurus serikat pekerja dipecat dari perusahaan itu tanpa alasan yang jelas.
Merasa tidak diperdulikan, buruh perusahaan itu kembali melakukan aksinya pada Februari 2006 di kantor Gubernur Sumut. Pada saat itu, pihak perusahaan berjanji akan memenuhi tuntutan buruh dan menyuruh kembali buruh yang dipecat untuk kembali bekerja. “Diatas surat bermaterai, mereka berjanji untuk memenuhi. Namun tidak semua tuntutan itu dipenuhi. Buruh yang disuruh kembali masuk, malah dimutasikan ke tempat yang bukan bidangnya,” kata Pahala.
SBSI 1992 Korwil Sumut kembali berunjuk rasa pada Rabu (19/4) di halaman Kantor DPRD Sumut. Aksi buruh yang didukung sejumlah badan eksekutif mahasiswa (BEM) perguruan tinggi (PT) di Medan mendesak aparat hukum agar menangkap dalang penganiayaan terhadap buruh.
Humas PT CML Effendi Sitohang yang juga pengurus FKPPI Medan membantah pihaknya melakukan penganiayaan terhadap Junius Nakhe. “Itu perkelahian sesama buruh, sudah ditangani pihak kepolisian,” kata Effendi (Media Indonesia, 27/3). Kepala Satuan (Kasat) Reserse dan Kriminal (Reskrim) Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan Ajun Komisaris Sandi Nugroho mengatakan pihaknya sedang melakukan penyidikan. “Kami sudah menangani kasus ini, saat ini masih dalam tahap penyidikan,” kata Sandi Nugroho di Medan. (Media Indonesia, Sabtu 25/3). Namun, hingga pekan lalu belum ada sikap tegas dari pihak kepolisian untuk menangkap dalang penganiayaan terhadap buruh. Pihak pengusaha PT CML yang diduga sebagai otak pelaku penganiayaan buruh masih tetap memimpin perusahaan penghasil meubel itu. (http://kennorton.blogspot.com/2006/12/kasus-pt-buwi-penganiayaan-buruh-ala.html)
BEBASKAN 3 BURUH PT. CIPTA MEUBELINDO LESTARI TANPA SYARAT
Prakarsa Rakyat, dan USUT OTAK/PENEMBAK SYAMSIR HASIBUAN SEKARANG JUGA!
Salam Pembebasan!
Darah seorang buruh kembali tertumpah di atas tanah Percut Sei. Tuan. Pasca aksi pabrik yang dilakukan oleh kurang lebih 520 buruh PT. Cipta Meubelindo Lestari (PT. CML) di Percut Sei Tuan, Deli Serdang tanggal 31 Juli 2006 lalu, Syamsir Hasibuan seorang buruh yang tidak terlibat dalam aksi pabrik hari itu, diambil paksa dari rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter dari pabrik oleh Brimob Poldasu, kemudian ditembak tempel di depan rumahnya. Sementara itu, surat penangkapan No. POL: SP.KAP/2378/VII/2006/RESKRIM tertanggal 31 Juli 2006 yang diperuntukkan bagi penangkapannya, Syamsir menduga ada pemalsuan tandatangan surat tersebut, karena mengaku memang tidak pernah menandatanganinya. Sedangkan dua orang kawannya � Kamisio dan M. Ridwan � ditangkap dan ditahan di POLTABES Medan. Sebelum penganiayaan dan penangkapan yang dilakukan oleh pihak keamanan tersebut, pada tanggal 6 Maret 2006, telah terjadi penganiayaan oleh 3 orang preman � orang tak dikenal dan bukan buruh � terhadap Junius Nakhe (Ketua II PK FSBSI 1992 PT. CML), diduga dimobilisasi oleh perusahaan tersebut untuk melakukan intimidasi terhadap para buruh yang berjuang menuntut pembayaran upah penuh oleh perusahaan sejak tahun 2005.
Penganiayaan ini bermula dari tuntutan buruh pada Desember 2005 terhadap perusahaan yang sering melakukan mutasi, membayar upah di bawah UMSP, memberlakukan buruh kontrak, tidak memberikan cuti haid, mempersulit buruh untuk menjadi peserta JAMSOSTEK, serta melakukan pelarangan kerja terhadap 59 orang buruh, jelas-jelas sebhagian besar tindakan perusahaan melanggar UUK. No. 13 tahun 2003. Dari sanalah, perjuangan buruh PT CML tak henti-hentinya digelar. Mulai dari melakukan mobilisasi ke Gubernur Sumatera Utara hingga melakukan aksi menginap di DPRD Sumut selama kurang lebih 2 bulan. Namun, tetap saja janji-janji Pemerintahan tidak ditepati (walaupun sudah ada penegasan melalui surat Kepala Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Deli Serdang nomor: 560/2209/DKTKS/2006 tertanggal 5 Juni 2006 tentang Surat Perintah Bayar Kekurangan Upah Pekerja PT CML, kemudian dilanjutkan dengan surat Kepala Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Deli Serdang nomor: 560/2453/DKTKS/2006 tertanggal 22 Juni 2006 tentang Penyempurnaan Penetapan Kekurangan Upah Pekerja PT CML tahun 2004 dan 2005). Terakhir, DPRD Sumatera Utara berjanji akan membentuk Pansus, guna menyelesaikan kasus tersebut.
Inilah watak asli dari Pemerintahan yang kerap menjadi boneka imperialisme-neoliberal. Masih ingat di benak buruh, saat Perpres tentang perbaikan investasi modal awal tahun 2006 lalu disahkan oleh SBY-Kalla, berjalan beberapa bulan setelah itu � Maret 2006 � mereka menggulirkan akan melakukan revisi terhadap UUK. No. 13 tahun 2003, yang isi revisinya teresbut jelas-jelas memfleksibelkan posisi buruh sebagai bagian pokok industri, serta memisahkannya secara tegas dari hubungan industrial. Namun, kekuatan buruh yang bergabung dalam organisasi-organisasi buruh progressif beserta kekuatan rakyat dari berbagai sector (petani, kaum miskin kota, nelayan, mahasiswa, dll) mampu mematahkan argumentasi SBY-Kalla serta menggagalkan revisi undang-undang tersebut.
Akan tetapi, kemenangan kecil kaum buruh tersebut, tidak serta merta mengeluarkan buruh dari jeratan ekonomi yang semakin hari semakin mencekik. Sistem perekonomian neoliberal yang diterapkan oleh pemerintahan Indonesia sekarang ini akan menjadi mesin pembunuh rakyat tertindas di seluruh Indonesia. Saat buruh-buruh kontrak merebak, saat itulah pengangguran merajalela. Saat pemilik modal menekan cost produksi saat itu pulalah upah buruh tidak akan seimbang dengan pengeluarannya. Tetap saja buruh dimiskinkan, petani dirampas tanahnya, kaum muda tidak mendapatkan pekerjaan, nelayan tidak bisa melaut, karena tidak ada hasil tangkapan, dan rakyat miskin semuanya akan tetap saja miskin. Indikator-indikator perekonomian yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Indonesia, hanya dalam catatan angka-angka di atas kertas saja. Dan seandainya Pemerintahan ini tahu dan merasakan penderitaan yang dialami rakyat, maka kami yakin, mereka tidak akan mampu hidup seperti rakyat tertindas lainnya kurang dari tiga hari.
Namun demikian pulalah adanya, Pemilik modal yang serta merta menindas rakyat, dilindungi oleh Negara dengan alasan pembayaran pajak, atau kontribusi yang telah disumbangkannya terhadap negeri ini. Seakan-akan, rakyat tidak pernah membayar pajak, dan seakan-akan bagian terpenting dari Negara ini adalah; Pemilik modal saja. Buktinya, penembakan, penangkapan non-prosedural yang dilakukan aparat kepolisian � Brimob � merupakan pelanggaran terhadap resolusi PBB nomor 34/169 yang mengatur tentang cara dan aturan penegakan hukum dalam menggunakan kewenangan kepolisian berupa instrumen atau pedoman otoritatif pada pemerintah cq. Kepolisian agar tetap dalam koridor hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), maka upaya kekerasan itu harus fungsional (sesuai dengan Undang-Undang), profesional (cara penggunaan sesuai dengan taktis teknis prosedural) dan Proposional (telah melewati tahapan disesuaikan dengan ancaman gangguan yang dihadapi). Juga sebagai bentuk pelanggaran HAM berdasrkan Konvenan Hak Sipil dan Politik yang dirtifikasi oleh negara Indonesia melalui UU. No. 12 tahun 2005, yakni pasal 7 bahwa, tidak seorang pun boleh dikenakan penganiayan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang merendahkan. Dilain pihak, para korban ditangkap dan diperiksa dengan tuduhan diduga melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pengerusakan dan penganiayaan sebagai dimaksud dalam pasal 170 jo 406 jo 351 KUH Pidana. Dan dalam tahapan pemeriksaan kepolisian, ketiga orang tersebut tidak pernah menerima sangkaan pemeriksa (karena memang tidak melakukan), sedangkan saksi-saksi dan bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 188 ayat 1 dan 2 belum bisa diajukan oleh kepolisian.
Dalam hal ini, kami menegaskan bahwa pihak kepolisian telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan yang berlebihan.
Maka, Front Perjuangan Rakyat Anti Kekerasan (FPeRAK), merupakan gabungan beberapa organisasi pro-demokrasi yang berjuang melawan segala bentuk kekerasan Negara terhadap rakyatnya dengan ini menuntut:
1. Pihak keolisian (dalam hal ini POLTABES Medan) agar segera membebaskan 3 orang buruh PT CML yang ditahan sejak tanggal 31 Juli 2006 tanpa syarat
2. Segera usut dan adili otak serta pelaku penembakan terhadap Syamsir Hasibuan di Pengadilan Sipil. Dan segera mengusut otak pelaku penganiayaan Junius Nakhe tanggal 6 Maret 2006 lalu
3. Pihak kepolisian agar segera mengusut indikasi pelanggaran perundangan-undangan yang telah dilakukan oleh PT CML berikut pembangkangannya terhadap instruksi Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Sosial kabupaten Deli Serdang serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut dalam memenuhi hak-hak normative buruh. Tindakan mereka jelas-jelas melanggar perundang-undangan yang berlaku, karena tidak mematuhi perintah institusi resmi Negara
4. Mendesak DPRD Sumut, agar segera membentuk Panitia khusus kasus penganiayaan hingga penembakan yang terjadi di PT CML
5. Jika tuntutan 1 dan 2 tidak dikabulkan segera, maka kami akan tetap melakukan aksi di POLTABES Medan.
FPeRAK dengan ini menghimbau kepada seluruh kekuatan pro-demokrasi untuk:
Bersama-sama membangun persatuan rakyat (buruh, tani, kaum miskin kota, mahasiswa, nelayan, intelektual, agamawan, tokoh adat, dll) melawan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan Negara. Karena hanya dengan persatuan gerakan rakyatlah seluruh hak demokrasi dan hak untuk sejahtera dapat kita raih.
Demikianlah hal ini kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
AYO BERSATU LAWAN KEKERASAN APARATUS NEGARA!
Medan, 23 Agustus 2006
Kami yang menyatakan,
FRONT PERJUANGAN RAKYAT ANTI KEKERASAN
F-SBSI 1992 Sumut, KontraS Sumut, PRD Sumut, SRMK Sumut, LMND Medan, PRP Medan, GEMAPRODEM, ELSAKA, FORMADAS, PUSBAKUMI, LBH Medan, PBHI Sumut, YPRP
Sekber: Jl. Brig. Katamso, Gg. Merdeka, 20A Medan. Telp/fax. 061-4579827
Contact Person: 0813 61729395 (Yossafati W), 0811 608 872 (Diah)
Tanggal : | 22 Aug 2006 |
Sumber : | FRONT PERJUANGAN RAKYAT ANTI KEKERASAN |
Salam Pembebasan!
Darah seorang buruh kembali tertumpah di atas tanah Percut Sei. Tuan. Pasca aksi pabrik yang dilakukan oleh kurang lebih 520 buruh PT. Cipta Meubelindo Lestari (PT. CML) di Percut Sei Tuan, Deli Serdang tanggal 31 Juli 2006 lalu, Syamsir Hasibuan seorang buruh yang tidak terlibat dalam aksi pabrik hari itu, diambil paksa dari rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter dari pabrik oleh Brimob Poldasu, kemudian ditembak tempel di depan rumahnya. Sementara itu, surat penangkapan No. POL: SP.KAP/2378/VII/2006/RESKRIM tertanggal 31 Juli 2006 yang diperuntukkan bagi penangkapannya, Syamsir menduga ada pemalsuan tandatangan surat tersebut, karena mengaku memang tidak pernah menandatanganinya. Sedangkan dua orang kawannya � Kamisio dan M. Ridwan � ditangkap dan ditahan di POLTABES Medan. Sebelum penganiayaan dan penangkapan yang dilakukan oleh pihak keamanan tersebut, pada tanggal 6 Maret 2006, telah terjadi penganiayaan oleh 3 orang preman � orang tak dikenal dan bukan buruh � terhadap Junius Nakhe (Ketua II PK FSBSI 1992 PT. CML), diduga dimobilisasi oleh perusahaan tersebut untuk melakukan intimidasi terhadap para buruh yang berjuang menuntut pembayaran upah penuh oleh perusahaan sejak tahun 2005.
Penganiayaan ini bermula dari tuntutan buruh pada Desember 2005 terhadap perusahaan yang sering melakukan mutasi, membayar upah di bawah UMSP, memberlakukan buruh kontrak, tidak memberikan cuti haid, mempersulit buruh untuk menjadi peserta JAMSOSTEK, serta melakukan pelarangan kerja terhadap 59 orang buruh, jelas-jelas sebhagian besar tindakan perusahaan melanggar UUK. No. 13 tahun 2003. Dari sanalah, perjuangan buruh PT CML tak henti-hentinya digelar. Mulai dari melakukan mobilisasi ke Gubernur Sumatera Utara hingga melakukan aksi menginap di DPRD Sumut selama kurang lebih 2 bulan. Namun, tetap saja janji-janji Pemerintahan tidak ditepati (walaupun sudah ada penegasan melalui surat Kepala Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Deli Serdang nomor: 560/2209/DKTKS/2006 tertanggal 5 Juni 2006 tentang Surat Perintah Bayar Kekurangan Upah Pekerja PT CML, kemudian dilanjutkan dengan surat Kepala Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Deli Serdang nomor: 560/2453/DKTKS/2006 tertanggal 22 Juni 2006 tentang Penyempurnaan Penetapan Kekurangan Upah Pekerja PT CML tahun 2004 dan 2005). Terakhir, DPRD Sumatera Utara berjanji akan membentuk Pansus, guna menyelesaikan kasus tersebut.
Inilah watak asli dari Pemerintahan yang kerap menjadi boneka imperialisme-neoliberal. Masih ingat di benak buruh, saat Perpres tentang perbaikan investasi modal awal tahun 2006 lalu disahkan oleh SBY-Kalla, berjalan beberapa bulan setelah itu � Maret 2006 � mereka menggulirkan akan melakukan revisi terhadap UUK. No. 13 tahun 2003, yang isi revisinya teresbut jelas-jelas memfleksibelkan posisi buruh sebagai bagian pokok industri, serta memisahkannya secara tegas dari hubungan industrial. Namun, kekuatan buruh yang bergabung dalam organisasi-organisasi buruh progressif beserta kekuatan rakyat dari berbagai sector (petani, kaum miskin kota, nelayan, mahasiswa, dll) mampu mematahkan argumentasi SBY-Kalla serta menggagalkan revisi undang-undang tersebut.
Akan tetapi, kemenangan kecil kaum buruh tersebut, tidak serta merta mengeluarkan buruh dari jeratan ekonomi yang semakin hari semakin mencekik. Sistem perekonomian neoliberal yang diterapkan oleh pemerintahan Indonesia sekarang ini akan menjadi mesin pembunuh rakyat tertindas di seluruh Indonesia. Saat buruh-buruh kontrak merebak, saat itulah pengangguran merajalela. Saat pemilik modal menekan cost produksi saat itu pulalah upah buruh tidak akan seimbang dengan pengeluarannya. Tetap saja buruh dimiskinkan, petani dirampas tanahnya, kaum muda tidak mendapatkan pekerjaan, nelayan tidak bisa melaut, karena tidak ada hasil tangkapan, dan rakyat miskin semuanya akan tetap saja miskin. Indikator-indikator perekonomian yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Indonesia, hanya dalam catatan angka-angka di atas kertas saja. Dan seandainya Pemerintahan ini tahu dan merasakan penderitaan yang dialami rakyat, maka kami yakin, mereka tidak akan mampu hidup seperti rakyat tertindas lainnya kurang dari tiga hari.
Namun demikian pulalah adanya, Pemilik modal yang serta merta menindas rakyat, dilindungi oleh Negara dengan alasan pembayaran pajak, atau kontribusi yang telah disumbangkannya terhadap negeri ini. Seakan-akan, rakyat tidak pernah membayar pajak, dan seakan-akan bagian terpenting dari Negara ini adalah; Pemilik modal saja. Buktinya, penembakan, penangkapan non-prosedural yang dilakukan aparat kepolisian � Brimob � merupakan pelanggaran terhadap resolusi PBB nomor 34/169 yang mengatur tentang cara dan aturan penegakan hukum dalam menggunakan kewenangan kepolisian berupa instrumen atau pedoman otoritatif pada pemerintah cq. Kepolisian agar tetap dalam koridor hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), maka upaya kekerasan itu harus fungsional (sesuai dengan Undang-Undang), profesional (cara penggunaan sesuai dengan taktis teknis prosedural) dan Proposional (telah melewati tahapan disesuaikan dengan ancaman gangguan yang dihadapi). Juga sebagai bentuk pelanggaran HAM berdasrkan Konvenan Hak Sipil dan Politik yang dirtifikasi oleh negara Indonesia melalui UU. No. 12 tahun 2005, yakni pasal 7 bahwa, tidak seorang pun boleh dikenakan penganiayan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang merendahkan. Dilain pihak, para korban ditangkap dan diperiksa dengan tuduhan diduga melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pengerusakan dan penganiayaan sebagai dimaksud dalam pasal 170 jo 406 jo 351 KUH Pidana. Dan dalam tahapan pemeriksaan kepolisian, ketiga orang tersebut tidak pernah menerima sangkaan pemeriksa (karena memang tidak melakukan), sedangkan saksi-saksi dan bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 188 ayat 1 dan 2 belum bisa diajukan oleh kepolisian.
Dalam hal ini, kami menegaskan bahwa pihak kepolisian telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan yang berlebihan.
Maka, Front Perjuangan Rakyat Anti Kekerasan (FPeRAK), merupakan gabungan beberapa organisasi pro-demokrasi yang berjuang melawan segala bentuk kekerasan Negara terhadap rakyatnya dengan ini menuntut:
1. Pihak keolisian (dalam hal ini POLTABES Medan) agar segera membebaskan 3 orang buruh PT CML yang ditahan sejak tanggal 31 Juli 2006 tanpa syarat
2. Segera usut dan adili otak serta pelaku penembakan terhadap Syamsir Hasibuan di Pengadilan Sipil. Dan segera mengusut otak pelaku penganiayaan Junius Nakhe tanggal 6 Maret 2006 lalu
3. Pihak kepolisian agar segera mengusut indikasi pelanggaran perundangan-undangan yang telah dilakukan oleh PT CML berikut pembangkangannya terhadap instruksi Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Sosial kabupaten Deli Serdang serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut dalam memenuhi hak-hak normative buruh. Tindakan mereka jelas-jelas melanggar perundang-undangan yang berlaku, karena tidak mematuhi perintah institusi resmi Negara
4. Mendesak DPRD Sumut, agar segera membentuk Panitia khusus kasus penganiayaan hingga penembakan yang terjadi di PT CML
5. Jika tuntutan 1 dan 2 tidak dikabulkan segera, maka kami akan tetap melakukan aksi di POLTABES Medan.
FPeRAK dengan ini menghimbau kepada seluruh kekuatan pro-demokrasi untuk:
Bersama-sama membangun persatuan rakyat (buruh, tani, kaum miskin kota, mahasiswa, nelayan, intelektual, agamawan, tokoh adat, dll) melawan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan Negara. Karena hanya dengan persatuan gerakan rakyatlah seluruh hak demokrasi dan hak untuk sejahtera dapat kita raih.
Demikianlah hal ini kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
AYO BERSATU LAWAN KEKERASAN APARATUS NEGARA!
Medan, 23 Agustus 2006
Kami yang menyatakan,
FRONT PERJUANGAN RAKYAT ANTI KEKERASAN
F-SBSI 1992 Sumut, KontraS Sumut, PRD Sumut, SRMK Sumut, LMND Medan, PRP Medan, GEMAPRODEM, ELSAKA, FORMADAS, PUSBAKUMI, LBH Medan, PBHI Sumut, YPRP
Sekber: Jl. Brig. Katamso, Gg. Merdeka, 20A Medan. Telp/fax. 061-4579827
Contact Person: 0813 61729395 (Yossafati W), 0811 608 872 (Diah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar